JAKARTA – Perjanjian Internasional di lingkungan BNPB yang berada di beberapa kedeputian masih perlu dipetakan secara mendetil. Ada 24 perjanjian internasional di BNPB yang masih harus dikaji ulang dokumennya dan juga tindak lanjutnya.

Plt. Sesditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Kemlu Leviana Hartati F menyampaikan dalam Rapat Monitoring Perjanjian Internasional yang dilaksanakan di Hotel Mercure (4/12). Leviana menuturkan bahwa pemetaan ini akan mempermudah kegiatan kerjasama internasional kedepannya. “ Jika kita sudah memetakan 3 tahun kedepan, kita sudah punya agenda yang akan kita ajukan ke negara-negara tersebut. Kita tidak akan kebingungan saat berhadapan dengan negara tersebut. Bahkan jika terjadi masalah, kita sudah mendapat solusinya karena sudah dibuat pemetaan ini dan sudah mendapat banyak masukan dan rekomendasi dari perwakilan kedeputian,” ujar Leviana. Ia menambahkan bahwa pemetaan ini juga bis menyortir MoU yang hanya berupa sleeping document. “ Untuk beberapa MoU, kita harus tegas menunjukkan bahwa kita memang perlu atau tidak. Sebagai contoh Belarus dan India,” tuturnya.

Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Dicky Febrian menyatakan bahwa pertemuan ini selain membahas pemetaan MoU dengan negara asing juga akan membahas aplikasi E-Cooperation yang dinaungi oleh Biro HKS. “ Permasalahan utama di BNPB, secara aturan semua MoU harus melewati Biro Hukum dan Kerjasama. Tapi faktanya, ada beberapa MoU di beberapa kedeputian yang langsung ditandatangani oleh masing-masing kedeputian tampa melibatkan HKS,” ujar Dicky.  Ia menambahkan Aplikasi E-Cooperation masih membutuhkan saran dan masukan agar bisa lebih lengkap dan bisa diakses masyarakat luar.

Rapat Pemetaan Perjanjian Internasional ini dihadiri oleh semua perwakilan dari kedeputian di lingkungan BNPB juga perwakilan Kemlu dari Direktorat Hukum dan Perjanjian Internasional.

Perjanjian Internasional di BNPB Masih Perlu di Petakan