SURABAYA - Potensi Indonesia yang memiliki berbagai macam bencana alam, memerlukan peran segala pihak, salah satunya TNI. Dalam rangka HUT 61 Pusat Penerbangan TNI Angkatan Laut (Puspenerbal) menyelenggarakan seminar nasional peran penerbangan TNI AL sebagai ujung tombak dalam melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) di Surabaya (26/5).

Dalam sambutan KASAL Laksamana TNI Ade Supandi, SE, M.A.P yang dibacakan oleh ASOPS KASAL Laksda TNI I Nyoman Gede Nurija Ary Atmaja, SE. Hasil dari seminar ini diharapkan dapat memberikan hasil rekomendasi yang tepat untuk Puspenerbal. Selain itu diharapkan TNI AL dapat terlibat dalam penanggulangan bencana di tingkat nasional dan internasional.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan perlu analisa ulang alutsista, SDM dan sebagainya dalam melakukan penanganan penanggulangan bencana. Hasil analisis tersebut dapat menjadi acuan BNPB dalam perlunya mendukung pengadaan alutsista yang menunjang OMSP untuk mendapatkan persetujuan anggaran dari DPR. BNPB juga menawarkan kerjasama dengan TNI AL dalam pemantauan potensi bencana dengan menggunakan INAWARE. Selain itu, budaya sadar bencana masyarakat Indonesia masih rendah, seperti himbauan buang sampah pada tempatnya, yang sudah berlangsung selama 60 tahun. "Sampai saat ini masyarakat masih membuang sampah di sungai sehingga menyebabkan banjir. Rendahnya kesadaran masyarakat juga menentukan pemilihan 'alat' penanggulangan bencana yang digunakan" ucapnya.

Senada dengan Sutopo, Deputi bidang Potensi SAR Nasional Marsda TNI Dody Trisunu menjelaskan parameter keberhasilan dalam Basarnas adalah respon time. Salah satunya adalah Siaga SAR. "Puspenerbal sudah terlibat dalam hal tersebut" ungkapnya. Selain itu pemahaman SAR untuk sosialisasi kepada masyarakat luas seperti SAR Goes to School juga dilakukan. "Siswa SD diajarkan bagaimana menolong temannya yang tersedak dan siswa SMP diajarkan cara berenang menolong korban yang mau tenggelam dan sebagainya untuk menanamkan budaya safety" tambahnya.

Sementara itu, Dosen ITB Dr. Djoko Sardjadi menjelaskan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lain dalam alutsistanya. TNI AL diharapkan dapat terlibat dalam produksi alutsista OMSP. "Bukan hanya sebagai operator atau penggunanya. Tetapi TNI masuklah ke dalam industri, pasti industri tersebut akan maju. Perguruan tinggi dapat mendukung riset dan development serta inovasi" ucapnya. Djoko memberikan contoh, TNI AL membutuhkan pesawat kecil seperti CN 235, kurang lebih sebanyak 60 pesawat yang dapat dimanfaatkan oleh 14 Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) dalam menjaga Indonesia yang merupakan daerah kepulauan serta dropping logistik ketika bencana. Salah satunya menggunakan Ercano Plane, Indonesia melalui ITB dan BPPT telah mengembangkan pesawat tersebut, namun tidak berlanjut lagi pada tahun 2005. Pesawat ini dianggap efektif, bentuknya yang dapat terbang setengah meter di atas permukaan air sehingga lebih irit bahan bakar serta mampu di segala medan.