Apakah gender itu? Dan mengapa diarusutamakan di bidang penanggulangan bencana? Bagaimana isu tersebut diimplementasikan saat penanggulangan bencana?Seringkali orang mengartikan gender dengan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini tidaklah tepat. Gender adalah sebuah peran.yang dikonstruksi (dibangun) oleh masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial menjalankan dua peran yaitu peran kodrat dan peran gender.Peran kodrat laki-laki yaitu membuahi dan peran kodrat perempuan yaitu hamil, melahirkan dan menyusui. Peran ini bersifat mutlak, tetap, tidak berubah dan merupakan pemberian dari Tuhan (Given). Peran gender laki-laki yaitu berada diruang publik untuk menghasilkan uang sebagai bentuk nafkah ke keluarganya dan bersifat maskulin. Peran gender perempuan lebih berada diruang domestik sehingga diperlukan sifat yang feminim dan jika diperlukan bisa menjadi pencari nafkah tambahan.Peran gender ini sifatnya tidak tetap, dapat berubah tergantung ruang dan waktu serta dapat saling bertukar peran.
Isu gender yang sering diangkat mengenai subordinasi (perendahan peran), kekerasan, peminggiran hak, beban ganda dan pelabelan negatif. Isu gender tidak hanya menimpa kepada perempuan tetapi juga kepada laki-laki. Sehingga saat berbicara isu gender maka berbicara mengenai masalah pembatasan hak akses, partisipasi, kontrol dan mafaat dalam menjalankan peran gender laki-laki dan perempuan.Contoh isu gender : kekerasan terhadap perempuan, perempuan dipaksa menjadi kurir narkoba, perempuan sebagi obyek di media/komersil, perbaikan relasi laki-laki dan perempuan dijabatan publik, banyaknya angka kematian laki-laki di jalanan (ruang publik), laki-laki menanggung beban psikologis saat tidak mempunyai pekerjaan, dan lain-lain.
Dalam penanggulangan bencana, gender juga menjadi hot issue yang menarik. Kita mengenal ada tiga kategori dalam isu ini yaitu responsif gender, bias gender dan netral gender. Responsif gender yaitu keterpihakan aktivitas/kegiatan atau keadaan/kondisi dalam mendukung pelaksanaan peran gender seperti Perempuan dalam pengurusan Posko, Hygine Kit mencakup pakaian dalam dan pembalut, Jumlah toilet bagi perempuan di Posko lebih banyak, memasukkan aspek gender dalam kajian risiko bencana, Pojok Laktasi diposko pengungsi, Gender focal poin dalam struktur kelembagaan Penanggulangan Bencana, Panduan penanganan kekerasan berbasis gender di Posko Bencana. Bias gender yaitu ketidakpihakan aktivitas/kegiatan atau kondisi/keadaan untuk mendukung pelaksanaan peran gender yaitu toilet yang terbuka tanpa penutup,toilet tidak terpisah untuk laki-laki dan perempuan, asumsi bahwa kepala keluarga selalu laki-laki,berkurangnya pelayanan kesehatan reproduksi pada masa darurat, perempuan tidak terlibat dalam kegiatan Penanggulangan bencana karena sudah diwakili suami/ayah/saudara laki-laki dan masih banyak contoh yang lainnya. Netral gender yaitu aktivitas/kegiatan atau kondisi/keadaaan yang tidak berisi mengenai peran gender laki-laki dan perempuan, contohnya : peta rawan bencana, Kaji cepat situasi darurat bencana, jalur evakuasi, sosialisasi Early Warning System melalui ketua RT dan lain-lain.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Prov/Kab/Kota telah melakukan beberapa hal yang terkait dengan responsive gender yaitu simulasi gempa pada anak sekolah, pelatihan pemasangan tenda yang melibatkan laki-laki dan perempuan, klinik psikososial untuk laki-laki dan perempuan , pendampingan UMKM bagi perempuan, Bilik Asmara, Pendataan data terpilah, distribusi keterlibatan perempuan dalam kepengurusan Posko.
Namun demikian masih banyak hambatan yang harus terus diselesaikan dalam menangani isu gender di Penanggulangan Bencana dan juga masih banyak peluang yang dapat dikerjakan dalam menerapkan gender ini di setiap aspek tahapan penanggulangan bencana. Butuh komitmen dari semua pihak pengambil keputusan dan “willingness” (kemauan) dari semua stakeholder penanggulangan bencana untuk mewujudkan pengarusutamaan gender dalam penanggulangan bencana. (ir).