Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Multi Hazard Early Warning System
14-11-2017
32
JAKARTA – Dampak bencana hidrometereologi, banjir, longsor, banjir bandang, cuaca ekstrim dan kekeringan, memiliki dampak yang sangat signifikan bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Pada Januari 2014, kerugian akibat bencana hidrometereologi mencapai Rp.50 triliun (BNPB 2014). Selanjutnya pada tahun 2016, telah terjadi sebanyak 1.608 kali bencana hidrometereologi di Indonesia (BNPB, 2016).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Direktorat Kesiapsiagaan bekerjasama dan Insitut Teknologi Bandung (ITB) telah berhasil mengembangkan sistem informasi prediksi potensi bencana hidrometereologi (Multi Hazard Early Warning System atau disingkat MHEWS) skala nasional yang dapat diakses melalui tautan ; http://mhews.bnpb.go.id.
Sistem ini mengkombinasikan prediksi cuaca dinamis yang dikembangkan oleh tim dari ITB dengan indeks kebencanaan inaRISK yang dikembangkan oleh BNPB. Sistem ini telah diujicoba dan dimanfaatkan oleh BNPB untuk operasional tindakan dini untuk berbagai potensi bencana hidrometereologi di Indonesia.
Agar informasi ini dapat digunakan dan dimanfaatkan secara baik, maka pada hari Selasa (07/11-2017) diadakan Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Multi Hazard Early Warning System (MHEWS), di Graha BNPB, yang didikuti oleh beberapa stakehodler terkait, seperti BPBD Provinsi DKI Jakarta, BPBD Kabupaten dan Kota Bekasi, BPBD Kabupaten dan Kota Bogor, untuk tahap awal sebanyak ; 56 peserta mengikuti pelatihan ini.
Kegiatan dibuka oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB, B. Wisnu Widjaja, dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Dr. Amri Susandi dari ITB. Hadir dalam kegiatan pelatihan ini, Kasubdit Peringatan Dini, Kasubdit Penyiapan Sumber Daya, Kepala Seksi Peringatan Dini BNPB, tim Fasilitator dari ITB, dan kegiatan pelatihan ditutup oleh Direktur Kesiapsiagaan BNPB.
Dalam kata sambutanya Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB menekankan pentingya sistem informasi dalam penanggulangan bencana. Pelatihan ini dilakukan untuk memperkenalkan MHEWS dan pemanfaatan fitur-fitur yang tersedia. Hal ini berguna untuk mengurangi risiko yang dihasilkan dari bencana hidrometereologi. Melalui pelatihan ini diharapkan para peserta dapat memahami tentang pola hujan pemicu banjir, longsor, banjir bandang dan cuaca ekstrim di Indonesia. Disamping itu para peserta nantinya juga mampu mamahami penggunaan dan pengoperasian MHEWS.
Kegiatan pelatihan dibagi menjadi tiga tahap, pertama ; pemahaman pola curah hujan pemicu banjir, longsor dan cuaca ekstrim. Dipaparkan mengenai pola curah hujan di Indonesia serta perilakunya dan beberapa parameter lainnya yang menjadi pemicu kejadian bencana hidrometereologi di Indonesia.
Kedua; Pemahaman cara pengoperasian MHEWS ; dijelaskan mengenai berbagai fitur yang tersedia di MHEWS, terdiri prediksi cuaca yang terdiri dari prediksi curah hujan, kecepatan dan arah angin, temperatur udara, tekanan udara, serta kelembaban udara serta prediksi maritime yang terdiri dari gelombang, arus laut, pasang surut laut, temperatur permukaan laut, dan tekanan permukaan laut untuk 2 hari kedepan dengan interval 3 jam. Fitur lainya adalah informasi prediksi bahaya yang diperoleh kombinasi indeks curah hujan hasil prediksi cuaca dengan indeks bencana inaRISK. Selain itu fitur lainya adala informasi peringatan untuk kebencanaan hidrometereologi yang berdasarkan indeks inaRISK.
Dan Ketiga, pemahaman yang tepat terhadap potensi terjadinya bencana hidrometereologi, dilakukan melalui pemaparan dan diskusi dengan seluruh peserta, perkelompok untuk menggali masukan dan juga tindakan yang tepat terhadap bencana hidrometereologi. Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai frekuensi kebencanaan khususnya bencana hidrometereologi cukup tinggi. Kebencanaan hidrometereologi seperti banjir, longsor, kekeringan dan cuaca ekstrim memberikan dampak negatif kepada sektor – sektor penunjang perekonomian.
Saat ini ketersediaan informasi mengenai peringatan dini dan aksi mitigasi bencana masih sangat minim. Ketersediaan sistem informasi peringatan dini yang ada saat ini mempunyai keterbatasan dalam hal resolusi dan tingkat akurasinya. Sisitem peringatan dini sangatlah penting, mengingat akhir-akhir ini banyak bencana seperti terjadinya longsor pada daerah yang mempunyai kemiringan lereng yang menyebabkan korban jiwan dan aktivitas ekonomi dan industri terhambat.
Sistem Informasi Dinamis Kebencanaan Hidrometereologi Indonesia ini dibangun atas kerjasama antara Intitut Teknologi Bandung (ITB), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Litbang Sumber Daya Air (PUSAIR), Kementrian Eenergi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).