JAKARTA, (Selasa, 21 Mei 2019) –  Bencana alam yang menimpa Indonesia pada tahun 2018 mengakibatkan korban jiwa paling banyak dalam satu dekade terakhir, terutama yang diakibatkan oleh tiga peristiwa bencana besar. Pertama, pada bulan Juli dan Agustus 2018, provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami serangkaian gempa besar dimana yang paling signifikan terjadi pada tanggal 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7.0 skala richter yang mempengaruhi sekitar 3,5 juta penduduk dan ribuan turis.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa gempa tersebut telah merenggut 561 jiwa dan mengakibatkan lebih dari 396.000 orang kehilangan tempat tinggal mereka. Gempa tersebut juga telah merusak sekitar 110.000 rumah, 663 sekolah, 52 fasilitas kesehatan, 6 jembatan, jalan, dan menyebabkan kerusakan dan kerugian sekitar US$ 854 juta.

Kedua, pada bulan September 2018, gempa bumi berkekuatan 7.5 skala richter dengan pusat gempa pada 81 kilometer utara Kota Palu di Sulawesi Tengah menyebabkan guncangan tanah yang kuat dan tsunami yang merusak permukiman pesisir di sepanjang Teluk Palu. Bencana ini menyebabkan 4.402 korban tewas  dan kerugian ekonomi sebesar US$ 1,3 miliar, sekitar 13,7 persen dari PDB regional, dan membuat hampir 165.000 orang kehilangan tempat tinggal.

Ketiga, pada bulan Desember 2018, letusan dan keruntuhan parsial Gunung Anak Krakatau mengakibatkan tsunami di permukiman warga di pesisir Provinsi Banten dan Lampung sepanjang Selat Sunda. Bencana ini merengut 437 korban jiwa dan memaksa hampir 34.000 orang untuk mengungsi.

Meskipun telah membuat banyak kemajuan dalam pengelolaan risiko bencana sejak gempa dan tsunami yang menimpa Samudra Hindia pada tahun 2004, Indonesia dinilai masih memiliki peluang untuk meningkatkan ketahanan bencananya. Retannya akan bencana alam, bentangannya luas, dan keanekaragaman geografisnya mewajibkan Indonesia untuk mempercepat investasinya dalam bidang-bidang strategis prioritas yang berisiko tinggi, peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang risiko bencana, inovasi teknologi dan teknis, dan penguatan kapasitas lokal.

Menyadari peluang-peluang ini, Bank Dunia telah bekerja dengan pemerintah Indonesia secara komprehensif dalam memperkuat ketahanan Indonesia terhadap ancaman bencana. Pokok utama dari dialog ini termasuk instrumen pembiayaan untuk mengurangi anggaran respons dan pemulihan dampak bencana; kerangka kebijakan kerja yang kokoh; dan investasi untuk mengurangi dampak bencana.

Belajar dari bencana yang terjadi baru-baru ini, prioritas utama dipusatkan pada empat bidang, yaitu: (i) investasi pengurangan risiko bencana, termasuk pengembangan informasi risiko dan perencanaan tata ruang, mitigasi risiko seismik dan manajemen risiko banjir di perkotaan; (ii) kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk perencanaan kontinjensi di tingkat masyarakat dan pendidikan akan risiko bencana; (iii) sistem peringatan dini, peramalan berbasis dampak dan peringatan bencana yang tepat waktu dan lebih akurat, serta komunikasi jarak jauh yang didukung oleh jaringan pemantauan yang terintegrasi sesuai dengan tujuan; dan (iv) manajemen keadaan darurat, khususnya melengkapi pemerintah daerah dengan memadai untuk merespons secara cepat dan handal akan berbagai resiko bencana.

Bank Dunia mengusulkan untuk mendukung Indonesia dalam penanggulangan risiko bencana dengan investasi pada empat bidang utama di atas melalui dua proyek terpisah: Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sulawesi Tengah (Central Sulawesi Rehabilitation and Reconstruction Project, CSRRP) dan Proyek Inisiasi Ketahanan Bencana Indonesia (Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project, IDRIP).

CSRRP dan IDRIP saling melengkapi satu sama lain dalam mengurangi kerentanan manusia dan aset terhadap peristiwa hidrometeorologis dan geofisika melalui paket investasi struktural dan non-struktural yang terintegrasi.

CSRRP akan memenuhi kebutuhan mendesak dalam memperkuat dan merekonstruksi aset dan infrastruktur penting di daerah yang terkena bencana di Sulawesi Tengah, serta mengembangkan fondasi platform nasional untuk penguatan infrastruktur yang tahan bencana dan program pemulihan pasca bencana di masa depan.

Melalui IDRIP, peningkatan investasi di bidang prioritas strategis berisiko tinggi akan meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik tentang risiko bencana dan mempersiapkan pemerintah daerah dan masyarakat terhadap bencana di masa depan. Investasi ini akan menerapkan pendekatan komprehensif Indonesia untuk memperkuat ketahanan terhadap bencana yang sejalan dengan prioritas strategis baik pemerintah maupun bank dunia.

Sedangkan, investasi IDRIP dalam meningkatkan sistem peringatan dini hidrometeorologis dan geofisika akan mencegah atau mengurangi jumlah korban dan kerusakan aset melalui informasi risiko yang lebih handal dan tepat waktu dan  peningkatan komunikasi kepada pengguna akhir.

Ada tiga deskripsi yang menggambarkan kegiatan pada proyek IDRIP, yaitu : Pertama, Kesiapsiagaan Bencana dan Kapasitas Manajemen Darurat. Pada bagian ini akan dilaksanakan oleh BNPB dan KL terkait lainnya,  memperkuat kapasitas pemerintah Indonesia dan masyarakat untuk lebih mempersiapkan, dan menanggapi bahaya bencana alam di masa depan. Komponen ini akan dicapai melalui investasi untuk meningkatkan kegiatan kesiapsiagaan masyarakat, menyempurnakan desian platform sistem peringatan dini multi-bahaya bencana untuk Indonesia, dan memperkuat sistem manajemen darurat nasional dan sub-nasional untuk merespon bencana yang lebih cepat dan lebih efektif. Sebagai prioritas utama, kegiatan ini akan menyasar provinsi yang terdampak bencana kebelakang ini.

Kedua, Layanan peringatan dini hidrometeorologi dan geofisika, pada bagian ini akan dilaksanakan oleh BMKG dan mendukung Pemerintah Indonesia untuk memajukan pelayanan untuk layanan informasi berbasis dampak melalui penguatan pemantauan dan kapasitas ‘penyiaran’ untuk bahaya hidormeteorologis dan geofisika, pengembangan perkiraan dampak dan produk peringatan, serta penguatan dan kapasitas kelembagaan pengembangan. Tujuanya untuk memulihkan fungsi pemantauan bahaya dan peringatan dini di lokasi yang terdampak bencana kebelakang ini, serta meningkatkan sistem pemberian layanan untuk mendukung operasi manajemen risiko bencana dan memperkuat perencanaan masa depan untuk ketahanan bencana dan iklim.

Ketiga, Dukungan Implementasi Proyek, komponen ini akan dilaksanakan oleh BNPB dan memperkuat kapasitas lembaga pelaksana khususnya BNPB, dalam mengawasi pelaksanaan proyek di tingkat nasional dan sub-nasional dan memastikan koordinasi kegiatan yang didanani kedua proyek di provinsi yang tredampak bencana tahun 2018. Komponen ini akan mendukung manajemen proyek, pengadaan, kegiatan manajemen keuangan, audit teknis, pengawasan kepatuhan dengan standar sosial dan lingkungan yang disepakati serta kegiatan pemantauan dan evaluasi.

 “Pada inisiasi BNPB dan Bank Dunia ini dirancang rencana komitmen perlindungan sosial dan lingkungan melalui dokumen ESCP, serta rencana pelibatan para pemangku kepentingan yang dituangkan dalam dokumen SEP.

Kedua dokumen tersebut dapat diakses di sini :

01. Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project Environmental And Social Commitment Plan (ESCP) 16 Mei 2010

02. Indonesia Disaster Resilience Initiatives Stakeholder Engagement Plan 16 Mei 2019

03. Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project Environmental And Social Commitment Plan (ESCP) 17 Mei 2019

04. Indonesia Disaster Resilience Initiatives Stakeholder Engagement Plan 17 Mei 2019

Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project

dan masih merupakan draf awal untuk dapat atas persetujuan pihak pihak yang berkepentingan”

------------------------------------

Direktorat Kesiapsiagaan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Graha BNPB Lt.14, Jl. Pramuka Kav.38 Jakarta 13210

Telp (021) 2982 7793

Fax (021) 2128 1200