La Nina sendiri dalam bahasa Spanyol berarti gadis kecil. La Nina mewakili periode suhu permukaan laut di bawah rata-rata di Pasifik Khatulistiwa timur-tengah.
Hasil analisis kondisi dinamika atmosfer teranyar menunjukkan keberadaan aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia. Aktivitas MJO membentuk kluster atau kumpulan awan berpotensi hujan.
Aktivitas La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia. MJO di Indonesia terjadi akibat interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia yang mengapit Indonesia.
MJO berdampak pada peningkatan curah hujan disertai angin kencang dan petir.
Memasuki bulan Desember, Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta seluruh kepala daerah untuk bersiaga dalam pola mitigasi.
BMKG memprediksi setidaknya di 30 dari 34 provinsi di Indonesia akan mengalami potensi cuaca ekstrem dan hujan dengan intensitas lebat disertai kilat-angin kencang.
Tiga puluh provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Lalu Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.
Selanjutnya Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Empat provinsi yang tak termasuk dalam potensi cuaca ekstrem BMKG itu adalah Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Maluku Utara.
"Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina dapat menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi jumlah curah hujan bulanan di Indonesia hingga 40 persen di atas normalnya. Namun demikian dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia," kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20201204080451-199-577849/mengenal-bencana-hidrometeorologi-pada-desember-februari