JAKARTA – Tanggal 23 September 2018 seluruh dunia telah merayakan Hari Bahasa Isyarat Internasional (HBI) untuk pertama kalinya. HBI telah mengawali Pekan Tuli Internasional yang juga dirayakan oleh dunia Internasional mulai tanggal 23-30 September 2018. Momen ini digunakan BNPB, bersama dengan Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) untuk mengadakan Kongres Nasional Bahasa Isyarat Indonesia dalam Penanggulangan Bencana pada tanggal 27 – 28 September 2018.

Ini merupakan kongres pertama di Indonesia dimana masyarakat Tuli/ Disabilitas Rungu / Tuna Rungu, berkumpul dan membicarakan kontribusi mereka bagi penanggulangan bencana di Indonesia. Lebih dari 100 masyarakat Tuli / Disabilitas Rungu / Tuna Rungu yang merupakan perwakilan 22 propinsi telah hadir. Peserta peninjau dari beberapa Kementrian, Lembaga dan masyarakat sipil juga antusias untuk menyaksikan kongres ini. Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Lilik Kurniawan, melaporkan bahwa kongres ini dihadiri 240 orang peserta yang terdiri dari 206 orang peserta aktif dan 34 orang observer/pendamping. Peserta aktif berasal dari berbagai organisasi dari berbagai provinsi di Indonesia,  diantaranya :
o    Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN)
o    The Unspoken Ministry (TUM)
o    Adventis Development Relief Agency (ADRA)
o    Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)
o    Perhimpunan Olahraga Tuna Rungu Indonesia (PORTURIN)
o    Persatuan Tuna Rungu Indonesia (PERTRI)
o    Pos Perjuangan Rakyat Tuna Rungu (POSPERA)
o    Majelis Ta’lim Tuli Indonesia (MTTI)
o    Laboratorium Riset Bahasa Isyarat Universitas Indonesia, Jakarta
o    Lembaga Riset Bahasa Isyarat Universitas Klabat, Manado

Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa kelompok disabilitas merupakan kelompok yang dilindungi dalam kejadian bencana (sebagai objek), namun mereka juga dapat menjadi pelaku (subjek) dalam Penanggulangan Bencana melalui peningkatan kapasitas kelompok tersebut. Upaya untuk memberi perhatian kepada mereka yang berkebutuhan khusus, secara nyata dipayungi dalam Peraturan Kepala (PERKA) Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 14 Tahun 2014 tentang Penanganan, Perlindungan dan Partisipasi Penyandang Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana.

Kongres ini didukung sepenuhnya oleh BNPB bersama dengan organisasi yang peduli dengan keterlibatan masyarakat Tuli, Disabilitas Rungu atau Tuna Rungu dalam Penanggulangan Bencana. Organisasi yang telah membantu BNPB dalam hal ini adalah, The Unspoken Ministry (TUM), Pathfinder, ADRA Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Klabat Manado dan sejumlah NGO lain, seperti YEU, ASB, Forum PRB, LPBI NU, WVI yang ikut terlibat dalam diskusi-diskusi awal. Didahului dengan 3 (tiga) kali acara Focused Discussion Group pada tanggal 22 Mei 2018, 11 Juli 2018 dan 24 Juli 2018 yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait Kaum Tuli di Indonesia.

Semangat utama dari Kongres ini adalah untuk membangun kesepakatan tentang bagaimana mengembangkan kosa isyarat dalam penangulangan bencana agar Masyarakat Tuli / Disabilitas Rungu / Tuna Rungu, dapat berperan aktif dalam penanggulangan bencana. Hasil-hasilnya, kosa isyarat yang telah disepakati, tentu saja akan digunakan bukan semata untuk orang Tuli atau Disabilitas Rungu saja, tetapi juga oleh para pelaku penanggulangan bencana.

Kita mengetahui bahwa di setiap daerah, bahasa isyarat berbeda-beda yang digunakan oleh masyarakat Tuli / Disabilitas Rungu berbeda-beda. Demikian juga dengan kosa isyarat penanggulangan bencana berbeda-beda. Kepelbagaian ini merupakan kekayaan bangsa kita. Tetapi sekaligus tantangan, manakala para pelaku-pelaku penanggulangan bencana hendak melakukan penyadartahuan bersama dengan masyarakat Tuli / Disabilitas Rungu. Dengan penyelenggaraan kongres ini diharapkan Masyarakat Tuli / Disabilitas Rungu / Tuna Rungu dapat menyeragamkan bahasa isyarat untuk penanggulangan bencana,  yang saat ini masih berbeda-beda tiap daerah.

Saat ini, sekitar 2,5 juta orang Tuli, Disabilitas Rungu, Tunarungu masih ketinggalan jauh dalam penanggulangan bencana. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah sistem peringatan dini yang ada di Indonesia sebagian besar berbasis suara. Tentu saja peringatan dini ini tidak dapat diakses oleh orang Tuli.  Padahal bisa saja peringatan itu sangat menentukan keselamatan diri mereka.

Itu sebabnya, dalam Hari Kesiapsiagaan Bencana, tanggal 26 April, 2018 – di Graha BNPB kami telah melakukan simulasi dan menggunakan sistem peringatan dini yang dapat diakses masyarakat Tuli. Hal ini untuk mendorong semua pihak untuk memperhatikan pentingnya sistem peringatan dini inklusif.

Melalui kesempatan ini, BNPB menghimbau kepada para pihak untuk mengembangkan sistem peringatan dini yang inklusif, terutama memperhatikan masyarakat Tuli / Tuna Rungu / Disabilitas Rungu. Kongres ini merupakan tonggak sejarah yang penting karena masyarakat Tuli Tunarungu / Disabilitas Rungu, yang memiliki bahasa isyarat, mau berkumpul menyepakati bagaimana mereka dengan kekayaan bahasa isyarat yang mereka miliki, dapat berkontribusi dalam penanggulangan bencana. “Bahasa Isyarat ini dapat dikembangkan, karena ada konsensus yang disepakati untuk penanggulangan bencana dan berlaku nasional. Setelah  kongres nasional ini, diharapkan Kaum Tuli menjadi berdaya untuk turut membangun ketangguhan masyarakat dari bencana.” pesan Sekretaris Utama BNPB, Dody Ruswandi, dalam pidato yang sekaligus membuka acara ini.

Oleh karena itu, bagi orang dengar, sudah waktunya kita mulai belajar bahasa isyarat dan menerobos sekat-sekat komunikasi. Kita tunggu kosa isyarat untuk penanggulangan bencana yang akan mereka sepakati dan mari kita belajar kosa isyarat tersebut, sebagai komitmen kita untuk membangun masyarakat tangguh dan tidak seorangpun yang ditinggalkan.

Kongres Nasional Bahasa Isyarat dalam Penanggulangan Bencana